Pertengahan tahun 90'an, warga Jogja pemiarsa setia TVRI stasiun Jogja, pasti sangat familiar dengan acara "Mbangun Deso". Acara yang dikemas mirip-mirip sinetron ini tayang seminggu sekali, tiap hari minggu (kalo nggak salah). Menjadi acara favorit di kalangan masyarakat desa, termasuk di dusun saya Sumoroto, Samigaluh, yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Dari anak-anak seperti ane (saat itu) yang gak tahu sama sekali dengan maksud ceritanya, terus sampai orang tua sangat menunggu kehadiran acara ini setiap minggunya. Pernah ingat, TV-ku saat itu TV merk NATIONAL hitam putih, hanya bisa nyaut stasiun jalur VHF, yang kala itu cuma TVRI, pas rusak. Ane nyempat-nyempatin nglurug ke tempat'e Pakde, dan ternyata di sana sudah rame juga pada nonton bareng (ngalah-ngalahke filem Habibie, wis pokokmen).
Sinetron "Mbangun Deso", walaupun saya sebut sebagai sinetron, tapi sangat jauh perbedaannya dengan sinetron sinetron milenium ke-tiga saat ini. "Mbangun Deso" dikemas dalam bentuk sinetron komedi, dan dengan nuansa khas pedesaan yang sangat ndeso, kental dengan karakter-karakter lugu orang desanya (jauh dari sinetron saat di TV swasta saat ini yang sangat mengumbar kemewahan, hidup modern, iri dengki, selingkuh, dll). Settin tempat sinetron ini adalah di sebuah desa kecil di pinggiran kota Yogyakarta (ane belum tahu daerah mana, gak sempat mbaca "thank's to" -nya, haha). Tapi klo gak salah daerah-daerah Sleman. Tidak lupa juga, sesuai dengan nama acaranya "Mbangun Desa", dihadirkan juga para pejabat-pejabat, atau orang yang berkompeten untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan kaitannya dengan kemajuan desa, seperti penyuluhan bidang ekonomi, kewirausahaan, kesehatan lingkungan, kebudayaan, dan lain-lain (yang saat itu saya tidak ngerti).
1. Den Baguse Ngarso yang diperankan oleh Drs. Susilo Nugroho. (nama den Baguse Ngarso, ini yang menjadikan Drs. Susilo Nugroho - nama asli - terkenal dengan nama Den Baguse Ngarso, di jagad kethoprak'an Jogja saat ini). Tokoh Den Baguse Ngarso menggambarkan peran antagoni seorang priyayi, orang terpandang di desanya yang sangat nyebahi , karena keras kepala, sok IYESSS, sok iso, sok sumugih, keminter, gila hormat, adigang adigung adiguno (opo maneh iki, rareti artine, hehe.). Pokokmen, nyebahi sekali.
2. Terus yang kedua adalah Pak Bina yang diperankan oleh Heru Kesawa Murti (sudah meninggal, beliau). Tokoh ini merupakan tokoh sang pencerah, yang sangat bijaksana, berpendidikan, berfikir rasional, dan pastinya menjadi panutan masyarakat desa, dan penyuluh juga bagi masyarakat. Tokoh ini sering berseberang pendapat dengan den Baguse Ngarso. Tokoh ini juga merupakan sutradara Mbangun Desa ini.
3. Terus yang ketiga yaitu tokoh Kuriman (Sepnu Heriyanto, saya juga gak tahu ini). Tokoh ini kental dengan karakter orang desa biasa, tapi ngeyelan, atos, grusah-grusuh, kadang juga ngamukan (gampang Emosi).
4. Keluarga "Sronto", yaitu Kang Sronto (Sudiharjo) dan Yu Sronto (Muji Rahayu). Sepasang suami istri yang merupakan orang desa biasa, mempunyai karakter nrimo opo anane, tidak neko-neko, gampang diperintah, dan kadang sering diakal-akali.
Tokoh-tokoh di atas sangat kental dan relevan sekali dengan kehidupan perdesaan, sampai saat ini. Tema yang diambil dalam setiap serinya, mengangkat persoalan sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat desa dan diakhiri oleh pencerahan-pencerahan oleh para pamengku praja (pejabat). Tokoh-tokohnya, ada seorang orang yang mriyayi, yang gila hormat, dan ingin selalu kajen. Ada tokoh bijaksana, yang tulus untuk memajukan desanya, sangat saya rasakan sekali keberadaannya di dalam lingkungan dusun saya sendiri.
Ada baiknya TVRI Jogjakarta, mengangkat kembali acara-acara seperti ini, sebagai diversifikasi acara TV, yang pada saat ini sangat jauh keluar dari kesan "menyuluh dan mencerahkan masyarkat". TVRI Jogja, yang pangsa pemiarsanya mayoritas merupakan orang tua, dewasa, dan wilayah jogja (yang sebagian besar merupakan masyarakat desa) perlu jeli untuk melihat kerinduan dan kenangan pemiarsanya akan acara-acara "class of 90'an" ini. TVRI yang merupakan TV pemerintah, ada baiknya bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah dalam upaya mensosialisasikan program-program pemerintah untuk kemajuan masyarakat melalui acara-acara seperti ini. Tercatat, sekarang hanya "Obrolan Angkring" sebagai acara-acara "class of 90" (yang juga diselingi dengan pencerahan dan penyuluhan oleh pejabat2 yang berwenang) yang masih tersisa, itupun kadang-kadang tampil, dan kadang juga hilang beberapa minggu.
Enggih, nopo mboten, Pak Bina...?
Sumoroto, 6 Desember 2013, 17.30 WIB
pak bina aka heru kesawa sampun seda ommm,,, :(
BalasHapusPak biana...
BalasHapusDen Baguse Ngarso niku piyantune "IYIK...NYLEKUTHIS...AMBURADUL"
BalasHapusNanging piyambake guru SMK
HapusTak kiro ndisik kie jenenge den bagus ing ngarso...
BalasHapusKangen pengen nonton ulang
BalasHapusAda YouTube nya tdk ya?
BalasHapusDicari ga ktm. Kangen pengen ntn